Sunday, May 22, 2011

Pendidikan karakter

Pendidikan karakter dengan sub-tema "raih prestasi" dan "junjung tinggi budi pekerti", yang dideklarasikan pada Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei yang lalu, adalah suatu keharusan untuk kebangkitan bangsa. Pendidikan karakter akan dapat berhasil, jika segera dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam mendidik generasi penerus, mulai dari TK sampai kepada Perguruan Tinggi, dan baru lebih kurang 20 tahun mendatang dapat dirasakan dan terlihat perbedaan kwalitas mentalitas atau moral anak bangsa ini dengan bangsa lain. Moga-moga program ini berhasil baik. sehingga anak cucu kita hidup dalam Negara yang teratur dan beradab dengan pemilikan karakter yang patut dibanggakan.
Kenyataan membuktikan, bahwa dewasa ini negara berada dalam suasana carut marut, karena para elite lebih berfokus kepada perebutan kekuasaan dan materialisme. Merujuk kepada wawancara Ketua MK menjawab tudingan dari para petinggi Partai Demokrat sehubungan dengan peristiwa M. Nazaruddin, bendahara PD, memberi uang sebanyak Sing$ 120.000 dan penolakan Sekjen MK atas perintah Ketua MK, serta kenyataan, bahwa Presiden NKRI, yang juga Ketua Dewan Pembina DP, mengadakan konperensi pers di kantor presiden, perlu kiranya masalah ini dibahas dari pembentukan karakter yang telah dicanangkan itu. Dari jawaban Ketua MK, dengan terang benderang telah nyata, bahwa M. Nazaruddin telah melakukan peristiwa tersebut. Sekarang rakyat menanti kesungguhan dan adalah momentum yang tepat buat Presiden membuktikan tentang ucapan-ucapannya, berkata jujur dan berbuat sesuai dengan fungsi, tugas, dan tanggungjawabnya sebagai penguasa negara ini, dalam meningkatkan kemakmuran dan martabat nusa dan bangsa. Presiden dan segenap elite Partai Demokrat serta elite lainnya, harus dapat dijadikan teladan oleh masyarakat, tertutama generasi penerus yang akan mewarisi Negara ini. Adalah suatu ilusi, jika para penguasa dan yang berwenang waktu ini menghendaki generasi penerus memiliki karakter sebegaimana direncanakan, sedangkan teladan yang diberikan tidak mencontohkan karakter yang dikehendaki. Apakah pantas mewariskan sesuatu yang dimaklumi menunjukkan perbedaan sifat, sikap, dan perilaku yang tercela kepada anak cucu kita? Apakah cara ini manusiawi dan sesuai dengan syarat-syarat yang diamanatkan Pancasila? Kita tidak ingin dijuluki sebagai pecundang-pecundang, yang tidak mau dan mampu memisahkan yang benar dan yang salah. Atau apakah kita tidak peduli, bahwa anak cucu kita hanya mewarisi hutang, yang sebagian merupakan sumber korupsi? Apakah belum waktunya Negara ini dipimpin oleh seorang negarawan, yang berdedikasi untuk kemakmuran dan martabat nusa dan bangsa, ketimbang juga menjadi petinggi suatu partai politik untuk mendapat peluang sebesar-besarnya menjadi Kepala Negara dengan segala cara? Semoga Tuhan YMK memberi petunjuk dan mengembalikan kita ke jalan yang benar.

No comments:

Post a Comment