Monday, May 30, 2011

Pancasila.

Berdasarkan kenyataan dan keyakinan tentang perilaku, terutama elite, bangsa ini, Pancasila sudah berubah menjadi: 1) kemunafikan: 2) kecurangan: 3) feodalisme / primordialisme:
4) penyalahgunaan kekuasaan: dan 5) ketidakadilan. Mungkin banyak orang tidak menyetujui kesimpulan ini, tetapi fakta kehidupan menunjukkan, bahwa bangsa dan negara ini telah kehilangan jatidiri, dan telah sangat mengutamakan harta pribadi dan golongan, ketimbang meningkatkan kemakmuran dan martabat. Untuk mencapai dan sekaligus melindungi sifat, sikap, dan perilaku itu, terjadilah perebutan kekuasaan melalui partai-partai politik, yang sebagian besar tidak mengerti dan tidak paham arti dan tujuan politik. Ideologi adalah sesuatu yang asing bagi mereka, dan karena itu tidaklah merupakan kesulitan setiap saat untuk memenuhi nafsu, berubah menjadi kutu loncat, yang dengan menawarkan sebagian harta mereka, diterima dengan terbuka oleh partai yang menyediakan fasilitas yang dikehendaki. Karena itu marilah kita semua dengan sungguh-sungguh memahami dan mengamalkan arti dan tujuan Pancasila seperti yang dimaksudkan oleh founding fathers kita, yang telah menggali dan merumuskan Pancasila, sehingga tidak lagi dipakai sebagai pembenaran dari segala sesuatu yang nyata-nyata dikerjakan dengan kekekiruan.

Saturday, May 28, 2011

Kekompakan dan soliditas serta etika Partai Demokrat.

Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, SBY, yang juga Presiden NKRI, menyatakan, bahwa Partai Demokrat sepanjang waktu tetap kompak dan solid, dan menjaga etika, yang ditekankan kepada kebersihan, kecerdasan, dan kesantuan setiap anggotanya. Dengan kepergian M. Nazaruddin, mantan Bendaharawan Umum Partai Demokrat, ternyata anggota-anggota yang juga kader kader partai, terutama yang tergolong pengurus, tidaklah kompak, solid, dan beretika seperti yang digariskan dalam Anggaran Dasar Partai Demokrat. Hal ini ternyata dari pernyataan-pernyataan kader-kader tersebut yang saling bertentangan, seperti ada yang mengatakan kepergian M. Nazaruddin ke Singapura dengan persetujuan dan izin, serta ada pula yang mengatakan tidak, atau tidak mengetahui. Dari pemberitaan Harian Media Indonesia tanggal 29 Mei 2011, Wakil Ketua Departemen Komunikasi Publik PD, Hinca Panjaitan, mengatakan, bahwa sesudah Nazaruddin ke Singapura, seluruh keputusan diserahkan kepadanya, bukan lagi urusan partai. Nazaruddin. Bukan tanggung-jawab Partai Demokrat, karena dia tidak lagi pengurus partai. Pernyataan Hinca ini tidak sesuai dengan apa yang dikatakan seorang pengurus partai pada tayangan TV sehari sebelumnya. Dari pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan dari kader-kader, yang jaga pengurus Partai Demokrat, timbul pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1) Apakah kompak dan solid itu pada Partai Demokrat hanya pada tingkat pengurus saja?
2) Apakah kepergian M. Nazaruddin sesuai dengan etika yang harus ditaati setiap anggota PD?
3) Sampai dimanakah tanggung-jawab Ketua Dewan Pembina, agar kekompakan dan soliditas serta etika, seperti yang digariskan dalam Anggaran Dasar partai, dilakukan dan dijaga oleh setiap anggota?
4) Apakah Ketua Dewan Pembina, dalam fungsinya membina segala sesuatu untuk kebaikan
partai, dapat berlepas tangan, bila ada perbuatan kader-kader PD yang tidak menunjukkan kekompakan dan soliditas serta menjunjung tinggi etika, seperti yang telah digariskan dalam Anggaran Dasar partai?
5) Atau apakah Ketua Dewan Pembina adalah bagian dari masalah?

Tuesday, May 24, 2011

Pembentukan karakter (character building)

"Character building" telah dicanangkan oleh mantan Presiden Soekarno jauh-jauh hari. Celakanya semakin lama kemerdekaan dicicipi, semakin tidak jelas pencapaian pembentukan karakter itu. Syukurlah pada Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2o11 dideklarasikan gerakan pendidikan karakter dimulai dengan tema "pendidikan karakter sebagai pilar kebangkitan bangsa" dan dengan sub-tema "raih prestasi dan"junjung tnggi budi pekerti". Pendidikan karakter anak bangsa untuk perdamaian dunia dilakukan dengan semangat bersatu dalam menciptakan perdamaian, kesejahteraan, dan keharmonisan hidup bermasyarakat di dunia ini.

Dalam hubungan ini, disadari dan dipahami, bahwa pendidikan dengan memberikan teladan yang senafas dengan isi pelajaran, lebih cepat dan mudah dicernakan (dibandingkan keterangan-keterangan tertulis) oleh setiap pengikut, termasuk generasi penerus bangsa ini yang memerlukan pendidikan karakter. Karena itu menjadi tugas dan kewajiban setiap orang tua, orang-orang dewasa, dan orang-orang yang dituakan, seperti guru-guru pada setiap tingkat perguruan, pemuka-pemuka masyarakat, pemerintah, dan partai-partai politik untuk memberi teladan cara berkomunikasi yang santun, baik, bermoral, beretika, dan beradab kepada masyarakat, terutama kepada generasi muda, yang merupakan pewaris bangsa ini yang berkarakter sebagaimana dikehendaki, sehingga rakyat Indonesia dengan penuh rasa percaya diri dan kebanggaan diterima dengan tangan terbuka oleh masyarakat dunia ini,

Sunday, May 22, 2011

Pendidikan karakter

Pendidikan karakter dengan sub-tema "raih prestasi" dan "junjung tinggi budi pekerti", yang dideklarasikan pada Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei yang lalu, adalah suatu keharusan untuk kebangkitan bangsa. Pendidikan karakter akan dapat berhasil, jika segera dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam mendidik generasi penerus, mulai dari TK sampai kepada Perguruan Tinggi, dan baru lebih kurang 20 tahun mendatang dapat dirasakan dan terlihat perbedaan kwalitas mentalitas atau moral anak bangsa ini dengan bangsa lain. Moga-moga program ini berhasil baik. sehingga anak cucu kita hidup dalam Negara yang teratur dan beradab dengan pemilikan karakter yang patut dibanggakan.
Kenyataan membuktikan, bahwa dewasa ini negara berada dalam suasana carut marut, karena para elite lebih berfokus kepada perebutan kekuasaan dan materialisme. Merujuk kepada wawancara Ketua MK menjawab tudingan dari para petinggi Partai Demokrat sehubungan dengan peristiwa M. Nazaruddin, bendahara PD, memberi uang sebanyak Sing$ 120.000 dan penolakan Sekjen MK atas perintah Ketua MK, serta kenyataan, bahwa Presiden NKRI, yang juga Ketua Dewan Pembina DP, mengadakan konperensi pers di kantor presiden, perlu kiranya masalah ini dibahas dari pembentukan karakter yang telah dicanangkan itu. Dari jawaban Ketua MK, dengan terang benderang telah nyata, bahwa M. Nazaruddin telah melakukan peristiwa tersebut. Sekarang rakyat menanti kesungguhan dan adalah momentum yang tepat buat Presiden membuktikan tentang ucapan-ucapannya, berkata jujur dan berbuat sesuai dengan fungsi, tugas, dan tanggungjawabnya sebagai penguasa negara ini, dalam meningkatkan kemakmuran dan martabat nusa dan bangsa. Presiden dan segenap elite Partai Demokrat serta elite lainnya, harus dapat dijadikan teladan oleh masyarakat, tertutama generasi penerus yang akan mewarisi Negara ini. Adalah suatu ilusi, jika para penguasa dan yang berwenang waktu ini menghendaki generasi penerus memiliki karakter sebegaimana direncanakan, sedangkan teladan yang diberikan tidak mencontohkan karakter yang dikehendaki. Apakah pantas mewariskan sesuatu yang dimaklumi menunjukkan perbedaan sifat, sikap, dan perilaku yang tercela kepada anak cucu kita? Apakah cara ini manusiawi dan sesuai dengan syarat-syarat yang diamanatkan Pancasila? Kita tidak ingin dijuluki sebagai pecundang-pecundang, yang tidak mau dan mampu memisahkan yang benar dan yang salah. Atau apakah kita tidak peduli, bahwa anak cucu kita hanya mewarisi hutang, yang sebagian merupakan sumber korupsi? Apakah belum waktunya Negara ini dipimpin oleh seorang negarawan, yang berdedikasi untuk kemakmuran dan martabat nusa dan bangsa, ketimbang juga menjadi petinggi suatu partai politik untuk mendapat peluang sebesar-besarnya menjadi Kepala Negara dengan segala cara? Semoga Tuhan YMK memberi petunjuk dan mengembalikan kita ke jalan yang benar.

Tuesday, May 3, 2011

Pemerintah dan masyarakat

Setiap kali ada masalah mengenai penerapan atau eksekusi suatu ketentuan atau peraturan, pemerintah selalu mengatakan, bahwa masyarakat kurang cukup memberi perhatian pada persoalan yang dihadapi. Disadari dan dipahami sekali, bahwa setiap ketentuan atau peraturan adalah untuk kehidupan rakyat yang teratur dan beradab, dan karena itu perlu ada pengertian yang baik antara pengatur (pemerintah) dan yang diatur (masyarakat). Sebaiknya dikaji lebih dahulu kegunaan pemerintah. Pertama adalah untuk melindungi segala sesuatu yang berada dalam apa yang dinamakan negara itu, dan kedua melayani sebesar-besarnya kepentingan dan untuk peningkatan kemakmuran rakyat. Untuk maksud tersebut, pemerintah harus dapat menunjukkan sifat, sikap, dan perilaku yang dapat dijadikan teladan oleh rakyat. Di negara ini pemerintah dan penyelenggara negara, yang terdiri dari lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif itu, diamanahkan rakyat berbuat serta melaksanakan dengan konsisten seluruh yang telah disepakati demi kesejahteraan dan martabat nusa dan bangsa. Rakyat yang telah memilih dan mempercayakan segala-galanya kepada mereka, dengan sendirinya tidak boleh berpangku tangan saja, tetapi sebagai objek dan sekaligus subjek dari setiap peraturan, harus memberikan bantuan untuk keberhasilan pemerintah. Tetapi pemeran utama tidak lain dari Pemerintah sendiri, dan masyarakat harus diberi pengertian selengkapnya, dimana mungkin membantu keberhasilan makna dan tujuan pengaturan itu. Pemerintah, sebagai yang dipercayakan dan pemegang amanah, tidak elok untuk selalu mencari dalih dan pembenaran tentang masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikannya sebagaimana diharapkan, dan
menggeser (sebagian) kesalahan itu kepada rakyat. Mudah-mudahan untuk selanjutnya Pemerintah akan berbuat, berpikir, dan berperilaku sesuai dengan fungsi dan tugasnya.