Friday, December 9, 2011

Iming-iming.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WJS Poerwadarminta, iming atau mengiming-iming adalah kata kerja berasal dari Bahasa Jawa, berarti memperlihatkan sesuatu untuk membujuk (memikat hati dsb). Makna kata kerja ini, dengan perkembangan yang ada, telah berubah arti menjadi bagian hulu dari suatu proses yang menguntungkan buat pihak-pihak bersangkutan. Dari keterangan yang diberikan oleh petinggi suatu lembaga tertentu, mengiming-iming berarti suatu transaksi finansial, sehingga pihak yang berwenang dalam persoalan yang sedang dihadapi, terbujuk untuk melakukannya. Dari pernyataan ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa transaksi finansial tersebut bersumber dari inisiatif pihak yang membutuhkan, sedangkan pihak berwenang merasa terbujuk untuk melakukannya.

Jelas sekali ada suatu objek yang akan memberi keuntungan kepada pihak yang membujuk dan pihak yang dibujuk. Sukar untuk diterima, kalau peristiwa ini tejadi hanya karena kepentingan pihak yang membujuk saja, tanpa keikutsertaan pihak yang dibujuk.Dengan demikian dalam peristiwa mengiming-iming, selalu ada sekurang-kurangnya 3 hal yang saling berkaitan, jaitu pihak yang membujuk, pihak yang dibujuk, dan objek yang dijadikan sebab peristiwa bujuk membujuk ini terjadi..

Sekarang timbul pertanyaan, mungkinkah transaksi finansial atas dasar bujuk membujuk itu dilakukan tanpa persetujuan pihak yang dibujuk? Apa kepentingan pihak yang dibujuk, dan kenapa persetujuan pihak yang dibujuk diperlukan sekali untuk terjadinya transaksi? Kepentingan pihak yang membujuk timbul, karena: 1)  keperluan untuk memenuhi peraturan-peraturan yang harus ditaati dan dipenuhi;. Contoh: kewajiban memiliki SIM bagi pengendara kendaraan bermotor di jalan-jalan umum; 2) yang berwenang perlu dibujuk, supaya melakukan kewajibannya dalam waktu yang diinginkan pihak yang membujuk. Contoh: hasil ujian lalu-lintas yang tidak diumumkan dan ditunda-tunda, sehingga meningkatnya waktu dan ongkos pulang-pergi ke kantor Polisi; 3) yang berwenang hanya melakukan kewajibannya dengan imbalan tertentu. Contoh: IMB dan izin-izin lain; 4) hal-hal lain yang hanya terjadi karena ada pembayaran.; Contah: Tilang, "denda"yang diminta dibayar oleh, dan kepada petugas yang menilang; dan 5) pelanggaran-pelanggaran hukum lain yang dapat diatur bersama antara pelanggar dan yang berwenang.

Tidak dipungkiri, bahwa dalam persoalan-persoalan tertentu, kepentingan pihak yang membujuk.begitu besarnya, sehingga dirasakan perlu untuk membujuk yang berwenang. Sebagai contoh dapat dikemukakan Freeport di Papua. Dari semua persoalan tersebut, peristiwa-peristiwa tersebut tidak akan terjadi, jika pihak yang dibujuk tidak mau dibujuk, karena harga diri dan tanggung-jawab kepada fungsinya, walau pun duit yang dilibatkan berlimpah-limpah.

Jelaslah, bahwa jumlah pihak-pihak yang membujuk jauh lebih sedikit dari pihak-pihak jang dibujuk, karena persoalan yang hendak didudukkan berhubungan dengan kewenangan yang dimiliki oleh pihak yang dibujuk. Tanpa kewenangan tidak seorang pun dapat berbuat sesuatu, kecuali karena adanya kewibawaan atau dengan pemaksaan.

Karena itu perlu pemulihan moral dan mentalitas seluruh warga, terutama mereka yang telah memilih untuk, dan hidup, karena melaksanakan tugas penegakan hukum. Tidak seperti yang dialami sampai sekarang, seolah-olah yang diperlukan hanyalah kemampuan mengemukakan dalih-dalih pembenaran atas semua ketidak-mampuan dan kesalahan / kekeliruan yang sudah dilakukan, dan menimpakan semuanya itu kepada masyarakat dan bawahan, atau mengambing-hitamkan pihak-pihak yang tidak berdaya,

Wednesday, December 7, 2011

Kader

Merujuk pada Advanced Learner's Dictionary of Current English by AS Hornby dan Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WJS Poerwadarminta, kader berarti: 1) sekumpulan kecil orang-orang penting, dan 2) orang-orang penting yang (akan) memegang pekerjaan-pekerjaan di pemeintahan, partai, dsb. Dari arti-arti tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa seorang kader adalah orang penting dan berkemampuan memegang pekerjaan di pemeintahan, partai, dsb. Dapat pula ditarik kesimpulan berikutnya, bahwa seorang kader harus memenuhi syarat -syarat tersebut. Sehubungan dengan perilaku sebagian besar kader partai politik yang telah menduduki tempat di lembaga-lembaga pemerintahan waktu ini, tidaklah salah kalau publik berpendapat, bahwa mereka: a) belum dewasa, walau pun sebagian terbesar mengantongi ijazah perguruan tinggi; b) tidak sadar atau tidak mengetahuii tugas dan kewajiban mereka; c) tidak mempunyai rasa tanggung-jawab: d) tidak mampu memisahkan yang benar dan yang salah: e) tidak pumya harga diri; dan f) lain-lain hal yang tidak wajar dan patut diperagakan oleh seorang kader. Tidaklah adil membicarakan kekurangan-kekurangan kader-kader itu saja, tanpa mempersoalkan cara dan tanggung-jawab partai yang memilih dan mengangkat mereka. Hal ini menjadi penting, karena kader-kader itu melalui misalnya fraksi di DPR, menyuarakan dengan lantang kepentingan partai masing-masing, tanpa peduli akan akibat perbuatan mereka kepada publik. Dimanakah tanggung-jawab partai politik yang memilih, mengangkat mereka sebagai kader, dan mengusung mereka sampai pada kedudukan mereka sekarang? Kita tunggu jawaban dari partai-partai politik bersangkutan.

Friday, November 25, 2011

Wibawa

Wibawa adalah suatu akibat dari watak dan perilaku seseorang yang dipercaya baik dan berguna. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan W.J,.S. Poerwadarminta, wibawa atau kewibawaan berarti kekuasaan dan hak memberi perintah (yang harus ditaati). Kekuasaan dan hak itu dapat diperoleh secara resmi dari kewenangan yang ada, ATAU diperoleh dari kepecayaan yang ditimbulkan oleh watak dan perilaku yang bersangkutan. Bahwa pada kedua hal tersebut, yang menerima kekuasaan dan hak itu dipatuhi semua perintahnya, adalah soal lain.
Dalam hal perama, ketidak patuhan kepada perintah-perintah yang diberikannya, adalah akibat dari tidak adanya kepecayaan dan keyakinan, bahwa perintah-perintah itu diberikan oleh orang yang terrbukti: 1)  tidak kompeten untuk persoalan yang menjadi tanggungjawabnya, dalam arti tidak mengetahui ruang-lingkup, batas-batas, kapan, dan bagaiamana seharusnya mengatasi masalah-masalah yang memerlukan penyelesaian; 2) tidak ada kesungguhan, 3) dikendalikan oleh kepentingan-kepentingan tertentu; 4) tidak konsisten; dan 5) tidak ada keberanian untuk merealisaikaan perintah-perintah itu. Berbeda dengan hal pertama, pada hal kedua kekuasaan dan hak itu timbul oleh dan dari kepecayaan dan keyakinan.tentang integritas, kesungguhan dan tanggung-jawab yang bersangkutan yang dirasakan dan telah terbukti klebenarannya. Tidak memerlukan pemberian formil oleh kewenangan yang ada. Jelaslah, bahwa walau pun kekuasan dan hak itu secara resmi diperoleh dari kewenangan yang ada, kewibawaan hanya ada,  karena kepribadian, watak dan perilaku  yang bersangkutan. Tanpa kompetensi, kesungguhan, independensi, konsistensi, dan keberanian, tidaklah mungkin perintah-perintah yang dikerluarkan, akan ditaati. Persoalan ini menjadi menonjol, karena di negara ini perlu ada pemimpin yang berwibawa, dan menjadi penegak hukum yang dapat diteladani. Satunya kata dan perbuatan, dan bukti-bukti nyata dari semua yang diucapkan, apalagi dijanjikan, adalah sayrat-syaraat utama seorang pemimpin..

Wednesday, November 23, 2011

Pengawasan.

Pengaswasan atau kontrol atau apa pun namanya, adalah suatu kegiatan setiap orang untuk menjaga, agar setiap hasil pemikiran atau perbuatannya, berguna dan diterima oleh pihak ketiga. Pengawasan adalah suatu kegiatan yang wajib dan harus dilaksanakan setiap,maniusia yang berakal sehat pada setiap waktu dan kesempatan. Misalnya seorang ayah waktu membesarkan anaknya harus dan wajib menjaga kesehatan anaknya, supaya sang anak hidup dengan wajar. Seorang teknisi yang sedang memperbaiki mesin harus menjaga, supaya setiap langkah perbaikan jang dilakukannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan seorang dokter harus menjaga segala sesuatu yang dikerjakan perawat yang menangani pasiennya, selalu harus dilakukan sebagaimana mestinya, agar pengobatan paien yang menjadi tanggung-jawabnya, berlangsung dengan baik.  Dari contoh-contoh diatas sangat sulit untuk membedakan apakah ayah itu berbuat atas nama pribadi atau sebagai seorang ayah, apakah teknisi itu melakukan tugasnya untuk pribadi atau karena tanggungjawabnya sebagai seorang teknisi, dan apakah dokter itu bertindak atas nama pribadi atau sebagai seorang dokter menjaga pelaksanaan tugas perawat tersebut untuk keberhasilan pengobatan yang menjadi tangung-jawabnya? Dapat disimpulkan, bahwa seorang manusia yang berakal sehat  dan berbudi luhur, harus dan wajib, sebagai pribadi/perorangan dan sebagai pelaksana tugas yang diembannya, dalam kehidupan ini menjaga agar setiap pemikiran dan perbuatannya berguna dan dapat diterima pihak ketiga.

Karena itu pengawasan melekat, sebagai padanan dari pengawasan fungsional, seakan-akan dijadikan usaha untuk mengelak dari tanggung-jawab, karena pengawasan itu wajib dan harus dilakukan oleh setiap individu yang waras dalam setiap kesempatan dan fungsinya, Guna menghindar dari tanggung-jawab, biasanya kalau pelaku-pelaku penyimpangan / kekeliruan dari yang seharusnya terjadi, berada pada jajaran yang rendah atau lebih rendah, mereka dinamakan "oknum" yang berbuat atas nama pribadi. Dengan penamaan ini,  sungguh pun penyimpangan / kekeliruan tesebut dilakukan dengan memakai nama dan / atau atribut-atribut lembaga atau instansi dimama mereka terdaftar sebagai anggota, dimaksudkan agar lembaga / instansi bersangkutan tidak ikut atau berlepas tangan dari akiat penympangan / kekeliruan tersebut,

Penegakan  hukum sebagai suatu sarana pengawasan, yang berlaku sama untuk setiap anggota masyarakat, adalah penyebab utama amburadulnya negeri ini. Hampir semua pejabat atau pemangku suatu jabatan, terbiasa mengelak dari tanggung-jawab tentang hasil kerja mereka, yang disebabkan karena pengawasan tidak terlaksana dengan baik. Mungkinkah seorang narapidana memperoleh segala kemewahan dalam penjara, jika dia harus mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama dengan setiap narapisana lainnya? Siapakah yang menyetujui, dan dengan serta merta menyatakan tidak tahu menahu tentang kejadian dalam wilayah tanggung-jawabnya? Wajarkah kalau  seorang petugas rendahan melakukan sesuatu dalam tugasnya tanpa pengetahuan atasananya, dan begitu seterusnya? Demikianlah penegakan hukum, yang berpean pokok dalam tidak berfungsinya pengawasan,

Solusinya adalah penekanan, bahwa setiap manusia yang waras, harus dan wajib melakukan pengawasan / kontrol atas semua perilakunya, dan meniadakan pemisahan pengawasan pribadi dan fungsional seperti yang berlaku sekarang. Harus ada pemahaman, bahwa semua pengawasan melekat pada setiap orang dalam setiap fungsi yang dilaksanakannya.

Tuesday, November 15, 2011

Wakil rakyat

DPR adalah dewan tempat para wakil rakyat bertugas untukmenyalurkan aspirasi dan  mengolah hal-hal yang berhubungan dengan martabat dan kepentingan rakyat.. Karena itu mereka harus menghayati dan mengerti kondisi rakyat yang mereka wakili, dan berperilaku sesuai dengan kondisi itu. Dalam keadaan negara seperti sekarang ini, kesederhanaan adalah sifat dan sikap yang terbaik bagi rakyat, yang harus berjuang mati-matian untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Karena itu wakil yang paham dan mengerti makna fungsinya sebagai orang yang mewakili rakyat, harus dapat memberi teladan bagaimana hidup sederhana, dan menjauhkan diri dari perilaku yang bertentangan dengan itu. Kemunafikan, dengan mengabaikan penderitaan rakyat sebagai akibat perilaku yang bermewah-mewah, menyebabkan kepercayaan rakyat kepada DPR dan sebagian besar anggotanya menjadi pudar, Anggota-anggota DPR harus insyaf, bahwa sekali menjadi petinggi / pejabat di negara ini, apalagi sebagai "anggota DPR yang ternormat" mewakili rakyat, harus dapat memberi dan dijadikan teladan buat generasi penerus, dengan juga mewariskan negara yang tidak menjadi beban mereka. Karena itu setiap pribadi petinggi / pejabat perlu belajar menjadi panutan, memperbaiki diri dengan meningkatkan kemampuan memisahkan yang benar dan yang salah, dan berbuat sesuai dengan apa yang dikatakan. Berhenti berpura-pura, membodohi dan membohongi rakyat, hanya untuk keuntungan dan kepentingan pribadi dan golongan. Marilah kita mengisi kemerdekaan ini seperti yang diniatkan oleh pendahulu-pendahulu kita, yang dengan kesederhanaan mereka memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Gelar akademis memang diperlukan, tetapi kecerdasan, kedewasaan. dan harga diri lebih penting.dimuliki oleh seseorang yang menjalankan tugas sebagai pemimpin.

Tuesday, November 8, 2011

Hakim: setengah dewa?

Pendapat yang mengatakan,bahwa hakim adalah setengah dewa, patut dan wajar sekali ditinjau kembali. Kecuali hal ini seperti "taken for granted", tanpa mengkaji isinya. Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan / kekeliruan, dengan mengatas-namakan Tuhan untuk keadilan yang diyakinya,. merupakan pendapat yang sangat berlebihan. Akan lebih bermakna, jika hakim mengambil keputusan atas dasarr Pancasila, karena dalam Pancasila telah tercakup Tuhan Yang Maha Esa dan keadilan. Selain dari itu tidak ada manusia yang mampu menyamai Tuhan dan malaikat, dan tidak akan luput dari kekeliruan / kesalahan? Marilah kita kembalikan kenyataan dalam hidup ini, bahwa kelebihan manusia dari manusia lainnya, hanya terbatas kepada akal untuk menghayati ilmu pengetahuan dan pengalaman, yang sudah teruji dapat dipakai dengan cerdas. Inilah alasan kenapa yang bersangkutan didahulukan selangkah dari, dan oleh yang lain. Apalagi diketahui, bahwa peraturan-peraturan hukum yang berlaku waktu ini berasal dari zaman penjajahan, yang terbentuk guna kepentingan penjajah. Dan juga diketahui, berapa banyak peraturan-peraturan hukum yang diciptakan selama kemerdekaan ini, bertentangan dan tidak sesuai dengan peraturan-peraturan warisan penjajah itu, seperti yang juga telah diungkapkan oleh ahli-ahli hukum pada kesempatan-kesempatan tertentu, termasuk kekuasaan dan hak hakim. Dalam kenyataannya, loopholes itu telah dimanfaatkan oleh hampir seluruh penegak hukum untuk menambah penghasilan mereka, atau sekurang-kurangnya dijadikan payung hukum untuk tindakan-tindakan mereka yang melawan hukum. Apakah masih berlaku asas-asas manfaat, pasti, dan adil? Kelihatannua hukum yang sangat formalistis sekarang ini hanya berlaku untuk mereka yang mempunyai duit, dan sumber untuk memenuhi selera dan kepentingan mereka yang berkuasa. Sudah waktunya dan wajar kalau mereka yang mengaku ahli-ahli hukum duduk bersama, merevisi keseluruhan peraturan-peraturan hukum yang dipakai dan berguna untuk masyarakat Indonesia yang teratur dan beradab

Friday, November 4, 2011

Pembentukan karakter

Merujuk kepada diskusi tanggal 29-10-2011 antara Wakil Menteri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Komnas Anak, dan Ibu Tika Bisono dengan TVONE sebagai host, kiranya perlu dikaji lebih dalam lagi tentang fungsi sekolah dalam memberikan pelajaran dan teladan untuk pembentukan generasi penerus yang berkarakater dan berprestasi,

Dalam hubungan ini perlu kiranya dikaji dan dipahami arti "bully" dan pengaruhnya kepada masyarakat, mulai dari usia dini sampai pada usia lanjut. "Bully" menurut Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English by AS Hornby, sebagai kata kerja, berarti orang-orang yang mempergunakan kekuatan atau kekuasaan untuk menkuti-nakuti atau melukai mereka yang lebih lenah, dan "bully sb into doing sth" sebagai kata kerja, berarti mempergunakan kekuatan dan sebagainya mendorong orang lain melakukan sesuatu.

Sungguh pun media memberitakan "bully" itu terbatas pada kejadian-kejadian di sekolah-sekolah sampai pada perguruan-perguruan tinggi, dari pemaknaan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa "bully" juga terjadi dalam masyarakat luas. Bukanlah sesuatu yang asing, kalau pemaksaan telah terjadi, karena menuruti selera dari pihak yang "merasa" berkuasa terhadap orang-orang yang kurang / tidak berdaya dalam lingkungan itu, sehingga mau tidak mau mereka melakukan apa yang diperintahkan?

Selanjutnya dapat disimpulkan, bahwa terdapat 2 kelompok besar yang terlibat dalam "bullying", yaitu mahasiswa dan siswa pada perguruan-perguruan, sebagai ekspresi dari keberadaam dan para senior thd junior mereka, sebagai "pembalasan" segala sesuatu yang pernah mereka alami sewaku masih junior. Peristiwa ini terjadi, karena pembiaran atau ketidaktahuan atau terjadi di luar jangkauan mereka yang bertanggung-jawab memberi pelajaran / ilmu pengetahuan dan  teladan pada perguruan bersangkutan. Sedangkan pada kelompok kedua,.sebagai usaha memperingatkan tentang kepatuhan yang harus dilaksanakan orang-orang yang lemah dan tidak berdaya dalam lingkungan mereka, dengan niat untuk menarik keuntungan materriil atau pun immateriil, yang ditimbulkan kejadian itu. Masalah ini berada dalam koridor hukum, dan adalah  tanggung-jawab penegak hukum untuk mencegahnya.

Pada kelompok mana pun hal ini terjadi jelaslah, bahwa hal-hal tersebut bukan teladan yang harus ditiru oleh pewaris, generasi penerus bangsa ini, dalam membentuk karakter yang alamiah, berkualitas, dan berkekuatan, yang menyebabkan mereka berbeda dari generasi lain dalam mencapai prestasi di segala bidang.


Perguruan-perguruan maupun masyarakat dewasa ini harus bertanggung-jawab memberi pelajaran, ilmu pengetahuan, dan teladan, yang akan menjadi modal utama pembentukan karakter generasi penerus yang beprestasi. Hal ini hanya akan terjadi, jika anak-cucu, generasi penerus pewaris bangsa ini, dari usia dini memperoleh dan diberi pengertian dan teladan oleh orang tua masing-masing, para guru,  pejabat-pejabat yang tertinggi sampai yang terendah, dan setiap anggota masyarakat tentang  makna, asas-asas, dan tujuan hukum, serta pengawasan yang baik dalam setiap perilaku mereka.