Saturday, April 30, 2011

N.I.I. ada dan tiada.

  1. Mendagri menyatakan, bahwa NII tidak terdaftar sebagai ormas, dan karena itu dia tidak dapat membubarkan. Pernyataan yang dapat diterima akal, walau pun tidak menunjukkan adanya sinergi antara pembantu-pembantu Presiden. Selanjutnya dia menyatakan pula, bahwa Kemendagri sudah menyurati kepala daerah untuk mencari tahun kebenaran PNS yang terlibat NII.
  2. Menko Polhukam menyatakan, bahwa gerakan NII tidak menjadi ancaman, karena belum menghimpun kekuatan perlawanan secara masif untuk mengganti negara.
  3. Kalau Mendagri mengatakan NII itu tidak ada. karena tidak terdaftar pada Kemendagri, sebaliknya Menko Polhukam mengatakan ada, tetapi tidak dianggap, karena dengan ukuran nasional, belum merupakan kekuatan perlawanan yang masif untuk mengganti negara.
  4. Pernyataan-pernyataan diatas menimbulkan pertanyaan pada masyarakat, karena apakah NII itu ada atau tidak ada. Yang jelas, masyarakat ketakutan, karena kenyataan berkembangnya kegiatan-kegiatan penculikan dan pencucian otak anak-anak muda, yang diperkirakan bagian dari usaha NII itu.
  5. Bahwa kondisi ini dianggap pemerintah belum masif merupakan penghimpunan kekuatan untuk mengganti negara, menimbulkan pertanyaan lain, apakah pemerintah tidak berfungsi dan bertugas antara lain melindungi dan melayani rakyat agar selalu merasa aman dan nyaman di negara ini?

Wednesday, April 27, 2011

Keyakinan

Sama-sama diketahui, bahwa keputusan hakim dijatuhkan atas nama Tuan YME dan keyakinan pribadinya sesudah membaca berita acara dan mendengarkan seluruh argumentasi dalam persidangan. Karena itu, sesuai dengan hukum yang berlaku, keputusan itu tidak dapat diubah oleh siapa pun juga. Dalam hubungan ini harus diingat, bahwa hakim juga seorang manusia, yang tidak luput dari kekeliruan/kesalahan, disengaja atau tidak disengaja. Sebagai anggota masyarakat, setiap orang, termasuk hakim, mempunyai hak yang sama atas, dan harus tunduk kepada peraturan hidup yang berlaku, yang dinamakan hukum. Apakah hakim dibebaskan dari peraturan hidup ini? Apakah untuk diangkat sebagai hakim dia tidak harus arif dan bijaksana mempergunakan semua ilmu yang diperlukan? Bagaimana pun juga manusia tetap manusia, demikian juga seorang yang memangku jabatan haki. Malahan sebagai benteng terakhir keadilan, seorang hakim harus dapat menunjukkan nilai yang dituntut dari keadilan itu. Karena itu, perlu usaha meluruskan soal-soal yang menyangkut keahlian dan etika yang harus dimiliki oleh seorang hakim. Semoga.

Tuesday, April 26, 2011

Yakin.

Merujuk pada Kamus Umum Bahasa Indonesia susunanW.J.S. Poerwadarminta, yakin berarti: percaya (tahu, mengerti) sungguh-sungguh; dengan pasti (tentu, tak salah lagi) mis. hakim --- akan kesalahan terdakwa itu; kita --- dan percaya, bahwa Indonesia akan menjadi negara yang jaya; dsb. Keyakinan berarti: kepercayaan yang sungguh-sungguh; kepastian; ketentuan. Dengan pengertian ini setiap yang dengan pasti dipercaya, atau yang dengan tidak salah lagi diketahui, atau yang dimengerti dengan sungguh-sungguh, harus merupakan hasil pengamatan / persepsi berdasarkan pengetahuan yang baik tentang persoalan itu. Dengan demikian, apabila seseorang telah mengambil keputusan atas keyakinan, apalagi dengan mengatas-namakan Tuhan YMK, yang dengan sengaja atau tidak sengaja, telah mengabaikan hal-hal yang telah menyebabkan keputusan itu tidak adil, seharusnyalah orang bersangkutan mempertanggung-jawabkannya secara etika atau pidana.

Monday, April 25, 2011

Keyakinan hakim.

Setiap vonnis yang dijatuhkan hakim untuk suatu perkara, selalu didasarkan keyakinannya dengan mengatas-namakan Tuhan Yang Maha Kuasa. Dapat disimpulkan, bahwa ketentuan hukum ini berlaku untuk seorang hakim yang mempunyai kemampuan yang tidak diragukan dalam memisahkan yang benar dan yang salah. Tetapi bagaimana dengan hakim yang manusia itu? Apakah dengan mengatas-namakan Tuhan JMK, dia telah dapat dikatakan bebas dari kenyataan bahwa dia juga seorang manusia biasa, yang tidak luput dari kekhilafan / kesalahan? Ataukah kekhilafan / kesalahan yang telah dilakukannya atas dasar keyakinannya itu, dan telah menghadirkan ketidak-adilan buat terhukum, dapat diabaikan saja? Kiranya masalah ini dapat dipertimbangkan dengan kedewasaan dan akal sehat serta nurani yang bersih., sehingga hakim di negara ini, yang mengambil keputusan atas nama Tuhan YMK, betul-betul cermat dalam keyakinannya. Kekhilafan / kesalahan yang telah dilakukannya sepantasnya diluruskan, sehingga pengadilan sebagai lembaga tertinggi dalam menegakkan keadilan, berfungsi sebagaimana mestinya.

Pengawasan penggunaan bahasa

Sehari-hari pemakaian bahasa Indonesia telah sangat dipengaruhi oleh bahasa daerah dan sebagainya, sehingga timbul pikiran apakah bahasa Indonesia mempunyai suatu standar atau tidak. Pengucapan mau pun ejaan dalam bahasa tertulis tidak lagi menurut kaidah-kaidah yang ditentukan, seperti memiliki diucapkan memilik-i, atau meletakkan ditulis meletakan. Begitu juga pemakaian peribahasa, seperti "tidak dipandang sebelah mata", yang kalau tidak salah, dimaksudkan: sama sekali tidak diperhatikan. Dalam hubungan ini, mungkinkah orang mendang orang lain dengan memejamkan sebelah matanya? Kecuali orang yang matanya hanya berfungsi satu. Boleh dikatakan, bahwa pemakaian akhiran kan atau i sudah bercampur-aduk, seperti memenangkan dan memenangi. Sayangnya tidak ada lembaga atau otoritas yang mengurus bahasa, memberikan petunjuk-petunjuk, sehingga kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak menjadi kebiasaan, yang menyebabkan bahasa Indonesia dipakai seenak dan semampunya saja, oleh setiap orang dalam setiap kesempatan, formal atau tidak. Mudah-mudahan pendapat orang awam ini menjadi perhatian bagi yang berwenang dan mempunyai otoritas dalam bahasa kebangsaan Indonesia ini.